Pekanbaru, Okegas.co.id - Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, sebuah organisasi sosial dan lingkungan hidup berbadan hukum yang berpusat di Kabupaten Kampar, resmi mengajukan gugatan lingkungan hidup (legal standing) terhadap keberadaan perkebunan kelapa sawit seluas 57,49 hektare yang diduga berada di dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Timur, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Gugatan tersebut telah teregister di Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan Nomor Perkara 411/Pdt.Sus-LH/2025/PN.Pbr, dengan Barmansyah sebagai Tergugat dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat. Sidang perdana digelar pada Rabu, 12 November 2025 pukul 14.00 WIB, dipimpin oleh Majelis Hakim Dedy, S.H., M.H..
Pihak penggugat hadir diwakili oleh Darbi, S.Ag., selaku Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, sedangkan pihak tergugat dan turut tergugat tidak hadir, sehingga majelis hakim menunda sidang untuk pemanggilan ulang para pihak.
Dalam gugatannya, Yayasan menilai bahwa kebun sawit milik tergugat berada di kawasan hutan yang masih berstatus HPT berdasarkan sejumlah keputusan resmi pemerintah. Tindakan tergugat yang menguasai dan mengelola kawasan tersebut tanpa izin pelepasan kawasan hutan dinilai sebagai perbuatan melawan hukum di bidang kehutanan, karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dalam petitumnya, Yayasan meminta majelis hakim untuk:
1. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
2. Menetapkan lahan seluas 57,49 hektare tersebut sebagai kawasan hutan;
3. Memerintahkan pemulihan kawasan melalui reboisasi dan pembongkaran seluruh tanaman serta bangunan di atasnya;
4. Menghukum tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta per hari apabila lalai melaksanakan putusan;
5. Memerintahkan turut tergugat, yakni Menteri Kehutanan RI, untuk tunduk dan patuh terhadap putusan pengadilan.
Yayasan menegaskan bahwa gugatan ini tidak memiliki motif pribadi, melainkan demi kepentingan lingkungan hidup dan masyarakat luas. Gugatan ini berlandaskan nilai moral Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 56 yang melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi, serta mengacu pada prinsip “Legal Rights for Nature” yang menegaskan bahwa alam memiliki hak hukum untuk dilindungi dan dapat diwakili oleh organisasi lingkungan di pengadilan.
Sebagai organisasi berbadan hukum yang bergerak di bidang kehutanan dan lingkungan hidup, Yayasan Sulusulu Pelita Negeri telah memenuhi seluruh syarat legal standing sebagaimana diatur dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
Perbuatan tergugat dinilai telah menyebabkan berkurangnya luas kawasan hutan di Kota Pekanbaru sebesar 57,49 hektare, serta memperparah kerusakan ekosistem yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Kerusakan tersebut turut berkontribusi terhadap pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change).
“Kami bertindak bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi demi pelestarian hutan dan masa depan generasi mendatang. Hutan adalah paru-paru dunia yang wajib kita jaga,”
— ujar Darbi, S.Ag., Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, seusai sidang perdana di PN Pekanbaru.***