LSM Baladika Adiyaksa Nusantara Soroti Penolakan Siswa Pindahan di SMPN 6 Minas Akibat Ruang Kelas Penuh

Selasa, 06 Mei 2025 | 11:32:24 WIB

Siak, Okegas.co.id - Semangat pendidikan sebagai fondasi utama kemajuan bangsa kembali tercoreng. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Baladika Adiyaksa Nusantara tengah menyoroti atas situasi yang dialami seorang calon siswa pindahan yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Minas. Ironisnya, kendala utama yang dihadapi bukanlah kekurangan biaya, melainkan keterbatasan ruang kelas yang dilaporkan telah melebihi kapasitas.

Kebijakan pemerintah yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud nyata komitmen untuk menjamin hak setiap anak bangsa mengenyam pendidikan. Berbagai kucuran dana, mulai dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga investasi pembangunan sarana dan prasarana seperti rehabilitasi dan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), seharusnya menjadi garansi bahwa tidak ada anak Indonesia yang tertinggal dalam pendidikan. Dana BOS sendiri bertujuan meringankan beban biaya operasional sekolah, bahkan meniadakan pungutan dalam bentuk apapun kepada orang tua siswa, sehingga seharusnya tidak ada alasan bagi anak-anak untuk tidak bersekolah.

Namun, idealisme tersebut berbenturan dengan realitas di lapangan. Keterbatasan infrastruktur, khususnya ruang belajar yang tidak memadai, menjadi penghalang bagi pemenuhan hak pendidikan. Hal inilah yang disaksikan langsung oleh Darbi, S.Ag., Ketua LSM Baladika Adiyaksa Nusantara Provinsi Riau. Beliau turun tangan menindaklanjuti keluhan seorang warga Kampung Rantau Bertuah yang anaknya ingin pindah sekolah ke SMPN 6 Minas. Sebelumnya, anak tersebut bersekolah di luar kota, namun karena keterbatasan waktu dan biaya, orang tua memutuskan untuk memindahkannya ke sekolah negeri terdekat.

Saat Darbi menyambangi Pelaksana Tugas (PJ) Kepala Sekolah SMPN 6 Minas di ruang majelis guru, jawaban yang diterima sungguh mengecewakan.

"PJ Kepala Sekolah menyatakan bahwa ruang kelas VIII sudah penuh, dengan total 64 siswa yang terbagi dalam dua kelas (masing-masing 32 siswa). Kondisi ini jelas menunjukkan adanya overcapacity," kata Darbi kepada Wartawan, Selasa (06/05/2025).

Lebih lanjut kata Darbi, PJ Kepala Sekolah menyampaikan bahwa jika siswa pindahan tersebut tetap diterima, Nomor Induk Siswa (NIS) yang bersangkutan dikhawatirkan tidak akan terdaftar. Mendengar penjelasan tersebut, Darbi pun pamit.

Tak tinggal diam, Darbi segera menghubungi Rosniwati Syamsimar, M.Pd., Kepala Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Minas, untuk mengklarifikasi permasalahan ini.

"Respon yang diberikan Kepala Korwil cukup berbeda. Beliau berjanji akan segera menghubungi Kepala Sekolah dan tak lama kemudian memberikan jawaban bahwa pihak sekolah tidak pernah menolak siswa pindahan," ulasnya.

Bahkan kata Darbi, menurut Kepala Korwil, pihak sekolah siap membantu calon siswa dalam melengkapi persyaratan administrasi yang mungkin kurang, seperti Kartu Keluarga (KK) dan akta kelahiran. Kepala Korwil bahkan meminta Darbi untuk kembali menemui PJ Kepala Sekolah.

Menyikapi kontradiksi informasi ini, Darbi mendesak Kepala Korwil Pendidikan Minas untuk segera mencari solusi konkret. Penolakan seorang siswa pindahan hanya karena alasan keterbatasan ruang kelas adalah preseden buruk dan berpotensi menghambat hak anak tersebut untuk melanjutkan pendidikan. Mengingat kondisi ekonomi orang tua siswa yang tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anaknya di tempat lain, dan status anak tersebut yang lahir, besar, dan tinggal di Kampung Rantau Bertuah, maka penerimaan di SMPN 6 Minas menjadi krusial.

Kasus ini menjadi sorotan tajam bagi LSM Baladika Adiyaksa Nusantara. Mereka mempertanyakan efektivitas alokasi anggaran pendidikan jika di tingkat akar rumput masih ditemukan sekolah negeri yang terpaksa menolak calon siswa karena keterbatasan daya tampung. 

Diharapkan, pihak terkait, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Siak dan Pemerintah Daerah, dapat segera turun tangan mencari solusi atas permasalahan ini. Jangan sampai semangat pendidikan wajib tercoreng oleh persoalan infrastruktur yang seharusnya dapat diantisipasi dan diatasi. Masa depan seorang anak bangsa tidak boleh dikorbankan hanya karena ruang kelas yang penuh.***

Terkini