Gugatan Lingkungan Mengguncang Kuansing: Yayasan Sulusulu Seret Perusahaan Tambang Batubara ke Meja Hijau

Rabu, 07 Mei 2025 | 10:38:55 WIB

Kuansing, Okegas.co.id - Sebuah gelombang gugatan lingkungan mengguncang Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Yayasan Sulusulu Pelita Negeri secara resmi melayangkan gugatan hukum terhadap perusahaan tambang batubara PT Manunggal Inti Artamas (MIA) ke Pengadilan Negeri (PN) Taluk Kuantan. Langkah tegas ini diambil sebagai respons atas dugaan pembiaran lubang-lubang besar bekas aktivitas penambangan batubara yang dilakukan perusahaan sejak tahun 2013.

Informasi yang dihimpun dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Taluk Kuantan menunjukkan bahwa gugatan Yayasan Sulusuku terdaftar pada Senin, 5 Mei 2025, dengan nomor perkara: 18/Pdt.Sus-LH/2025/PN Tlk.

Darbi SAg, Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, membenarkan adanya tindakan hukum ini. Ia menegaskan bahwa gugatan ini murni didorong oleh kepentingan mendesak untuk memulihkan dan melestarikan kawasan hutan yang terdampak aktivitas pertambangan. Tujuan mulia ini sejalan dengan visi dan misi pendirian yayasan.

"Kami berharap majelis hakim dapat mengabulkan permohonan kami untuk menghukum perusahaan agar bertanggung jawab penuh melakukan reklamasi dan reboisasi pada areal bekas tambang batubara yang telah rusak. Terlebih lagi, lokasi penambangan tersebut berada di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)," ujar Darbi dengan nada prihatin, Rabu (7/5/2025).

Tak hanya menyasar PT MIA, Yayasan Sulusulu juga mengambil langkah strategis dengan menarik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai turut tergugat I, serta Kementerian Kehutanan sebagai turut tergugat II. Kedua institusi pemerintah ini dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan sektor kehutanan, sehingga kondisi lubang-lubang bekas tambang batubara dibiarkan tanpa penanganan yang semestinya.

Berdasarkan investigasi mendalam yang dilakukan, Yayasan Sulusulu mengungkapkan bahwa PT MIA melakukan operasi penambangan batubara di Desa Petai, Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing. Luas area tambang yang menjadi objek sengketa mencapai 56,4 hektare, di mana teridentifikasi keberadaan 4 lubang besar bekas galian tambang yang menganga.

Dalam berkas gugatannya, Yayasan Sulusulu secara detail menyertakan titik-titik koordinat lokasi tambang batubara yang belum direklamasi. Bukti visual berupa Citra Landsat juga dilampirkan untuk memperkuat argumentasi, menunjukkan dengan jelas bagaimana lubang-lubang bekas tambang tersebut dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya pemulihan.

Darbi lebih lanjut menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas mengamanatkan bahwa setiap penggunaan kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan wajib direklamasi dan/atau direhabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah. Kewajiban ini melekat pada pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan, dan disertai dengan kewajiban pembayaran dana jaminan reklamasi atau rehabilitasi.

Yayasan Sulusulu berpendapat bahwa pembiaran lubang-lubang bekas tambang batubara ini telah mengakibatkan kerusakan dan hilangnya sedikitnya 56,4 hektare kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Indonesia. Kerugian ekologis ini dinilai berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, serta merugikan kepentingan publik secara luas dalam dimensi lingkungan hidup.

Adapun tuntutan utama Yayasan Sulusulu Pelita Negeri dalam gugatannya terhadap PT Manunggal Inti Artamas di PN Taluk Kuantan adalah sebagai berikut:

Primair:

 • Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

 • Menyatakan bahwa tergugat (PT MIA) telah melakukan perbuatan melawan hukum.

 • Menghukum tergugat untuk segera melakukan reklamasi terhadap objek sengketa dengan langkah-langkah konkret, termasuk menimbun lubang-lubang bekas tambang hingga kering, dan kemudian melakukan penanaman pohon atau reboisasi secara menyeluruh di atas area tersebut, sehingga fungsi ekologisnya pulih seperti semula sebagai kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

 • Menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul akibat gugatan ini.

Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT MIA belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan hukum yang dilayangkan oleh Yayasan Sulusulu Pelita Negeri. Perkembangan selanjutnya dari kasus lingkungan yang menarik perhatian publik ini akan terus dipantau.***

Terkini