Siak, Okegas.co.id — Dugaan pelanggaran lingkungan hidup dan kehutanan kembali mencuat di wilayah Kabupaten Siak. Setelah insiden penghalangan peliputan oleh oknum sekuriti PKS PT PNNI terhadap wartawan okegas.co.id pada Kamis, 4 Desember 2025, proses investigasi justru semakin diperluas melalui akses kebun masyarakat yang dapat dilewati publik.
Tim investigasi kemudian melakukan pengambilan titik koordinat dari sejumlah sisi lokasi pabrik dan kebun PT PNNI. Hasil overlay dengan peta kawasan hutan resmi menunjukkan bahwa area operasional perusahaan tersebut tumpang tindih dengan dua kategori kawasan hutan, yaitu:
???? 1. Hutan Produksi (HP) — warna kuning
Wilayah hutan yang hanya dapat dimanfaatkan melalui izin pelepasan kawasan atau PPKH/PKKPR dari pemerintah.
???? 2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) — warna hijau
Kawasan hutan dengan fungsi lebih ketat, yang tidak diperbolehkan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit atau lokasi PKS tanpa izin khusus dari KLHK.
Dari hasil analisis peta, sebagian besar area usaha PT PNNI berada pada kedua kawasan tersebut, sehingga menguatkan dugaan penggunaan kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam UU Kehutanan dan UU P3H.
Pernyataan Lembaga dan Aktivis Lingkungan
Darbi SAg, pemerhati lingkungan yang mendampingi investigasi, menyayangkan tindakan penghalangan kerja jurnalistik dan menegaskan bahwa temuan lapangan tidak dapat diabaikan.
“Penghalangan wartawan justru menambah kuat dugaan bahwa ada aktivitas yang berpotensi melanggar hukum. Dengan fakta bahwa lokasi perusahaan berada di dalam HP dan HPT, kami bersama yayasan lingkungan akan menempuh jalur hukum melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Siak,” tegas Darbi.
Perusahaan Sudah Dihubungi, Namun Tidak Merespons
Sebagai bentuk keberimbangan informasi, tim media dan aktivis lingkungan telah menghubungi pihak manajemen PT PNNI untuk meminta klarifikasi terkait dugaan penggunaan kawasan hutan tersebut.
Namun hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan belum memberikan respons maupun tanggapan resmi.
Ketiadaan jawaban ini semakin memunculkan pertanyaan publik mengenai legalitas usaha yang dijalankan perusahaan tersebut.
Dasar Hukum Dugaan Pelanggaran
1. UU No. 18 Tahun 2013 (P3H)
Melarang penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Sanksi: Penjara 3–15 tahun, denda Rp 1–10 miliar.
2. UU No. 41 Tahun 1999 (jo. UU Cipta Kerja)
Melarang pembukaan atau pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin pemerintah.
Sanksi: Penjara hingga 10 tahun, denda hingga Rp 5 miliar.
3. UU No. 32 Tahun 2009 (PPLH)
Mengoperasikan usaha tanpa izin lingkungan.
Sanksi: Penjara 1–3 tahun, denda Rp 1–3 miliar.
Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan kawasan dengan pembatasan ketat; perkebunan sawit dan pabrik pengolahan tidak dapat dijalankan tanpa izin KLHK. Jika unsur pidana terpenuhi, maka perusahaan dapat direkomendasikan untuk penindakan oleh Gakkum KLHK.
Rencana Langkah Hukum
LSM dan pemerhati lingkungan menyatakan akan:
Mengajukan gugatan PMH ke PN Siak
Melaporkan dugaan tindak pidana kehutanan ke Polda Riau dan Gakkum KLHK
Menyerahkan bukti berupa titik koordinat, peta overlay, dan dokumentasi investigasi.***