Pekanbaru, Okegas.co.id — Yayasan Dewan Pimpinan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi (DPP KPK Tipikor) secara resmi menyoroti sekaligus mendukung langkah para karyawan PT Torganda di Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, yang menuntut penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme bipartit dan tripartit. Dukungan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Intelijen dan Investigasi DPP KPK Tipikor, Arjuna Sitepu, C.PAR., usai menerima laporan dari sejumlah karyawan tetap yang mengaku dirugikan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan pengusiran dari rumah dinas.
Mekanisme Bipartit dan Tripartit Harus Dijalankan
Sitepu menegaskan bahwa perusahaan wajib mematuhi tahapan penyelesaian perselisihan sesuai hukum yang berlaku.
“Bipartit, sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, merupakan langkah pertama yang wajib ditempuh melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha,” ujarnya. “Jika tidak tercapai kesepakatan, maka penyelesaian tripartit dengan melibatkan pemerintah sebagai mediator harus diterapkan demi hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.”
Pernyataan ini disampaikan setelah para karyawan mengirimkan surat permohonan bipartit kepada manajemen PT Torganda pada 20 November 2025. Permohonan itu muncul setelah mereka diperintahkan mengosongkan rumah barak atau rumah dinas yang sudah mereka tempati bertahun-tahun sebagai karyawan tetap. Para pekerja menduga pengosongan rumah tersebut berkaitan dengan rencana PHK sepihak.
Kronologi dan Dalih PHK yang Dipersoalkan
Para karyawan yang melapor adalah Sandi Gulo (Muat TBS KT IX), Yobedi Bulolo (Langsar TBS KT IV), Sahat Parulian Simanjuntak (Muat TBS), dan Shokizatulo Gulo (Jaga Jangset). Mereka menyebut telah menerima tiga surat PHK, masing-masing dengan nomor:
- TG.11/Rhs/1049/X/2025
- TG.KPD/UnitKT/PB.1/288/P/X/2025
- TG-KPD/Unit-KT/PB.1/854/P/XI/2025
Perusahaan mendalilkan PHK terjadi karena para pekerja dianggap “mangkir kedisiplinan”. Namun para karyawan menilai alasan tersebut tidak sesuai prosedur serta bertentangan dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan. Mereka menuntut seluruh hak normatif yang belum diselesaikan.
Peringatan Regulasi dan Ancaman Sanksi
Sitepu juga menegaskan bahwa pengusaha dapat dikenai sanksi tegas bila melanggar ketentuan ketenagakerjaan. Ia mengingatkan bahwa pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Aturan ini sekaligus mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi pada November 2024 menegaskan perlunya penyusunan undang-undang ketenagakerjaan yang baru serta pemisahan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja. Hingga aturan baru terbentuk, seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja serta turunannya tetap berlaku dan wajib dipatuhi.
Isu Outsourcing dan Pemenuhan Hak Normatif
Sitepu turut menyoroti perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing). Ia menegaskan agar penyedia jasa pekerja/buruh memenuhi seluruh hak normatif karyawan sebagaimana diatur Pasal 66 ayat (2) UU 13/2003 yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
“Tidak boleh ada ketimpangan dalam pemenuhan hak, termasuk terkait Upah Minimum Kabupaten Rokan Hilir maupun Upah Minimum Provinsi Riau,” ujarnya. Ketentuan itu dipertegas kembali dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Tuntutan Para Karyawan
Para pekerja menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Pencabutan PHK sepihak yang mereka nilai tidak prosedural.
- Pemenuhan hak normatif, seperti pesangon, penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (2) dan (4) UU 13/2003.
- Pelaksanaan bipartit sebagai mekanisme penyelesaian awal, sesuai Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 2004.
Intervensi DPP KPK Tipikor menjadi sorotan penting dalam kasus ini. Sengketa ini sekaligus menjadi ujian bagi penegakan hukum ketenagakerjaan di Riau. Kini, para pihak menantikan sikap tegas PT Torganda untuk segera duduk bersama dalam forum perundingan.***