Siak Kecil — Dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan mantan Kepala Desa Lubuk Muda berinisial MA kembali mencuat dan kini kembali diusut aparat penegak hukum. Kasus ini menambah daftar panjang persoalan mafia tanah yang dinilai semakin merajalela di Kabupaten Bengkalis, yang telah merugikan banyak masyarakat. Sengketa tanah warisan yang dialami ahli waris Salmiah disebut sebagai salah satu contoh nyata dari persoalan tersebut.(27/11/2025).
Ahli waris Salmiah mengklaim sebagai pemilik sah sebidang tanah warisan seluas lebih kurang 11 hektare yang dulunya merupakan kebun rumbia, berlokasi di Desa Lubuk Muda, Kecamatan Siak Kecil. Tanah tersebut diduga dikuasai tanpa dasar hukum yang sah, sehingga hak ahli waris terabaikan selama bertahun-tahun.

Perkara ini bukan kasus baru. Sejak tahun 2017, pihak ahli waris telah melaporkan persoalan tersebut ke Polsek Siak Kecil. Saat itu, mantan kepala desa berinisial MA disebut sempat menjanjikan akan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan, namun hingga kini janji tersebut tidak pernah direalisasikan dan tidak ada penyelesaian hukum yang jelas.
Seiring berjalannya waktu, ahli waris kembali menempuh jalur musyawarah melalui mediasi di tingkat Desa Lubuk Muda dan Kantor Camat Siak Kecil. Namun, upaya tersebut kembali dinyatakan buntu. Meski demikian, dalam proses mediasi tersebut, saksi-saksi sempadan yang dihadirkan justru membenarkan bahwa tanah seluas lebih kurang 11 hektare tersebut memang merupakan hak ahli waris Salmiah.
Karena tidak adanya itikad baik serta kepastian hukum, Salmiah melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Susi, SH., MH., dan Rekan akhirnya kembali melaporkan perkara ini secara resmi ke Polsek Siak Kecil agar diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kasus ini sudah berlangsung lama dan mencerminkan persoalan serius mafia tanah di Bengkalis. Klien kami sudah beritikad baik sebelum tahun 2017, mengikuti seluruh proses mediasi, bahkan saksi sempadan telah membenarkan haknya. Namun tidak ada penyelesaian. Oleh karena itu, langkah hukum menjadi pilihan terakhir,” ujar perwakilan Kantor Hukum Susi, SH., MH., dan Rekan.
Maraknya dugaan mafia tanah di Kabupaten Bengkalis dinilai telah merugikan banyak masyarakat, khususnya pemilik tanah warisan dan lahan garapan turun-temurun. Lemahnya penegakan hukum dan penyalahgunaan kewenangan oknum tertentu disebut menjadi faktor yang memperparah konflik agraria di daerah ini.
Secara hukum, dugaan penguasaan tanah tanpa hak dapat dijerat Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun. Apabila dalam prosesnya ditemukan pemalsuan dokumen atau keterangan palsu, maka dapat dikenakan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
Selain itu, perbuatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan bahwa setiap penguasaan dan peralihan hak atas tanah harus memiliki dasar hukum yang sah. Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan kewenangan saat yang bersangkutan masih menjabat sebagai kepala desa, maka tidak tertutup kemungkinan dikenakan ketentuan hukum lain sesuai hasil penyidikan.
Saat ini, pihak Polsek Siak Kecil disebut telah menerima laporan terbaru dan tengah melakukan pendalaman dengan memanggil para pihak serta saksi-saksi terkait guna mengusut dugaan mafia tanah tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena terlapor berinisial MA merupakan mantan kepala desa yang seharusnya memahami hukum dan administrasi pertanahan. Masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas, profesional, dan transparan, mengingat praktik mafia tanah dinilai telah menimbulkan keresahan dan ketidakadilan di tengah masyarakat Bengkalis.
Hingga berita ini diterbitkan, mantan Kepala Desa Lubuk Muda berinisial MA belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tersebut.