Tegakkan Kewajiban FPKM dan Tertibkan Perusahaan Sawit di Kabupaten Siak

Tegakkan Kewajiban FPKM dan Tertibkan Perusahaan Sawit di Kabupaten Siak
Oleh: Anton Hidayat, S.H. Ketua Yayasan Ber

Sawit Siak: Potensi Besar, Masalah Tak Kecil

Kabupaten Siak adalah salah satu daerah penting penghasil kelapa sawit di Provinsi Riau. Kontribusinya terhadap ekonomi daerah dan nasional sangat signifikan. Namun, di balik geliat industri ini, masih tersisa masalah serius: banyak perusahaan perkebunan sawit yang belum melaksanakan kewajiban Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) dan bahkan beroperasi tanpa kelengkapan izin yang sah.

Kewajiban realisasi FPKM bukan sekadar formalitas administratif. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial dan moral perusahaan terhadap masyarakat di sekitar areal perkebunan. Aturan nasional, termasuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013, telah mengatur kewajiban perusahaan untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas minimal 20 persen dari total areal yang mereka kuasai. Tujuannya jelas: agar manfaat ekonomi sawit tidak hanya dirasakan segelintir pihak, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat lokal.

Ketidakpatuhan yang Mengkhawatirkan

Faktanya, di Kabupaten Siak, masih banyak perusahaan yang abai terhadap kewajiban ini. Sebagian tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang sah, belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU), dan tidak melengkapi dokumen lingkungan seperti AMDAL. Lebih ironis lagi, ada perusahaan yang telah beroperasi bertahun-tahun tanpa pernah menyalurkan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.

Kondisi ini bukan sekadar bentuk kelalaian administratif, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di tingkat daerah. Pemerintah daerah sebenarnya memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi izin, evaluasi kepatuhan FPKM, hingga menjatuhkan sanksi administratif atau mencabut izin usaha. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.

Sikap Kritis Yayasan Bertuah Sakti Nusantara

Menurut Yayasan Bertuah Sakti Nusantara (YBSN), ketidakpatuhan terhadap kewajiban FPKM adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip dasar keadilan sosial dan ekonomi masyarakat tempatan.

“Selama ini, masyarakat di sekitar perkebunan hanya menjadi penonton di atas tanah mereka sendiri. Perusahaan memperoleh keuntungan besar dari lahan yang dulunya milik masyarakat, tetapi kewajiban membangun kebun rakyat justru diabaikan,” tegas Anton Hidayat, Ketua YBSN.

YBSN menilai bahwa pemerintah daerah juga turut bertanggung jawab atas situasi ini.

“Kegagalan pengawasan bukan semata soal lemahnya administrasi, melainkan indikasi bahwa ada pembiaran sistematis. Pemerintah daerah tidak boleh bersikap lunak terhadap pelanggaran yang merugikan rakyat dan melanggar hukum,” ujar Anton.

Yayasan Bertuah Sakti Nusantara juga menyoroti minimnya transparansi data perizinan dan realisasi FPKM di Kabupaten Siak. Hingga kini, belum ada basis data terbuka yang memuat perusahaan mana saja yang sudah atau belum memenuhi kewajiban 20 persen kebun masyarakat.

“Publik berhak tahu. Tanpa keterbukaan informasi, bagaimana masyarakat bisa mengawasi pelaksanaan FPKM? Transparansi adalah kunci untuk memutus rantai ketimpangan dalam tata kelola sawit,” tambah Anton.

Selain itu, YBSN menegaskan perlunya langkah konkret berupa audit sosial dan hukum terhadap seluruh perusahaan perkebunan di Siak. Audit ini harus melibatkan masyarakat sipil, lembaga adat, dan akademisi agar hasilnya objektif dan tidak bisa dimanipulasi.

> “Kami mendesak Bupati Siak membentuk tim independen untuk memverifikasi legalitas izin dan realisasi kebun kemitraan. Jangan sampai FPKM hanya jadi jargon di atas kertas,” pungkas Anton.

Perlu Ketegasan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah harus berani mengambil langkah tegas dan tidak tunduk pada tekanan kepentingan ekonomi. Pengawasan tidak boleh hanya berhenti pada laporan administratif, tetapi harus dilakukan melalui inspeksi lapangan dan audit independen.

Apabila ditemukan pelanggaran berat, sanksi hukum harus diterapkan tanpa kompromi. Pencabutan izin usaha bukanlah tindakan ekstrem, melainkan bentuk keadilan bagi masyarakat yang selama ini tidak mendapatkan haknya. Penegakan hukum yang konsisten akan menjadi contoh bahwa Kabupaten Siak tidak mentoleransi praktik eksploitasi dan pelanggaran izin.

Menata Ulang Tata Kelola Sawit

Sudah saatnya Kabupaten Siak menata kembali arah pembangunan sektor sawit agar lebih berkeadilan, transparan, dan berkelanjutan. Potensi sawit seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat, bukan sumber konflik dan ketimpangan.

Dengan menegakkan kewajiban FPKM dan memperketat pengawasan izin, Siak dapat menjadi model daerah yang berhasil mengelola industri sawit berbasis keadilan sosial dan lingkungan.

Sebagaimana disampaikan YBSN:

“Keadilan sosial tidak boleh hanya menjadi slogan di spanduk peringatan hari jadi daerah. Ia harus diwujudkan di lapangan, di kebun, di desa, dan dalam setiap izin usaha perkebunan yang terbit.”

Kepatuhan terhadap hukum bukan sekadar tuntutan administratif—itu adalah tanggung jawab moral dan sosial. Di tanah yang subur seperti Siak, keadilan sosial seharusnya tumbuh seiring dengan kelapa sawitnya.

Tentang Penulis

Anton Hidayat, S.H. adalah Ketua Yayasan Bertuah Sakti Nusantara, organisasi yang fokus pada advokasi lingkungan, tata kelola sumber daya alam, dan pemberdayaan masyarakat di Provinsi Riau. Aktif dalam isu-isu hukum agraria, kemitraan perkebunan rakyat, dan pengawasan tata kelola sawit berkeadilan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index