Pekanbaru, Okegas.co.id - Ironi kerusakan lingkungan kembali mencoreng Bumi Lancang Kuning. Di tengah maraknya bencana alam yang diduga kuat dipicu oleh alih fungsi lahan, perkebunan kelapa sawit kembali menjadi sorotan tajam. Mirisnya, sungai-sungai yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan justru tergerus hingga batas bibir oleh monokultur sawit, mengabaikan zona penyangga (buffer zone) yang vital bagi keseimbangan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Praktik pelanggaran terhadap regulasi pemerintah terkait DAS ini diduga kuat terjadi di areal perkebunan milik salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkebunan, PTPN V, yang beroperasi di Kabupaten Rokan Hulu. Pemandangan memilukan ini bukan lagi rahasia. Siapa pun yang melintasi kawasan Petapahan simpang TB akan menyaksikan langsung bagaimana barisan pohon sawit tanpa ampun mencaplok tepian sungai, tak terkecuali sungai-sungai besar. Sebuah ironi, mengingat reputasi dan pengalaman perusahaan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam praktik perkebunan yang bertanggung jawab.
Menyikapi kondisi ini, Yayasan MAPELHUT JAYA melalui Nirwanto SPdi MIP, didampingi Sekretaris Darbi SAg, menyatakan keprihatinan mendalam atas dugaan pengabaian aturan DAS oleh pihak perusahaan.
"Jangan seperti inilah. Ini berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan, terutama lingkungan dan sosial." Tegas Darbi dengan nada kecewa, Rabu (30/04/2025).
Ancaman Nyata: Dampak DAS yang Dikonversi Jadi Kebun Sawit
Konsekuensi dari alih fungsi DAS menjadi perkebunan sawit bukan isapan jempol belaka. Dampak yang ditimbulkan bersifat multidimensi dan mengancam keberlanjutan lingkungan serta harmoni sosial:
Kerugian Ekologis:
• Erosi Tanah: Struktur tanah yang terganggu akibat monokultur sawit, terutama di lahan miring, memicu erosi dahsyat.
• Pencemaran Air: Penggunaan intensif pestisida dan pupuk kimia dalam praktik perkebunan berpotensi mencemari sumber-sumber air sungai, mengancam kehidupan akuatik dan kualitas air bersih bagi masyarakat.
• Hilangnya Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas): Konversi hutan alami menjadi hamparan sawit monokultur secara drastis mengurangi habitat alami berbagai spesies flora dan fauna, mendorong kepunahan dan ketidakseimbangan ekosistem.
Dampak Sosial:
• Kerusakan Infrastruktur: Erosi dan banjir yang diperparah oleh hilangnya fungsi DAS dapat merusak infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, dan permukiman warga.
• Hilangnya Mata Pencarian Tradisional: Masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan dan sungai terancam kehilangan mata pencarian akibat ekspansi perkebunan sawit.
• Potensi Konflik Sosial: Perebutan lahan dan sumber daya alam antara perusahaan perkebunan dan masyarakat setempat dapat memicu konflik sosial yang berkepanjangan.
Implikasi Ekonomi:
• Kerugian Ekonomi Jangka Panjang: Kerusakan lingkungan dan sosial akibat praktik perkebunan yang tidak berkelanjutan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi daerah dan negara.
• Ketergantungan pada Komoditas Tunggal: Fokus berlebihan pada perkebunan sawit sebagai komoditas ekspor utama dapat membuat ekonomi daerah rentan terhadap fluktuasi harga pasar global.
Sorotan Lemahnya Pengawasan:
Lebih lanjut, Yayasan MAPELHUT JAYA menyoroti dugaan lemahnya pengawasan dari Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi Riau. Nirwanto menduga, pemberian izin perkebunan yang kurang diimbangi dengan pengawasan ketat di lapangan menjadi celah bagi pengusaha untuk melanggar tata kelola perkebunan yang telah ditetapkan.
"Padahal beberapa waktu lalu Gubernur Riau menyatakan akan mempermudah perizinan, namun seharusnya ini diiringi dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap izin yang telah diberikan," pungkas Darbi, kembali menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Kondisi ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan pihak terkait untuk segera bertindak tegas. Penegakan hukum terhadap pelanggar aturan DAS serta pengawasan yang lebih intensif menjadi kunci untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah dan memastikan keberlanjutan ekosistem Riau di masa depan.***