okegas.co.id, BENGKALIS – Sebuah insiden memalukan kembali mencoreng hubungan antara perusahaan dan masyarakat adat. Pada hari ini, sekitar pukul 11.00 siang, telah terjadi tindakan perlawanan dan aksi diduga anarkis yang dilakukan oleh pihak eks PT. SIS terhadap rombongan Masyarakat Adat Sakai Melayu yang melakukan kunjungan ke area lahan eks PT. SIS di wilayah Desa Bumbung, Kabupaten Bengkalis.
Kehadiran masyarakat adat tersebut merupakan bentuk pemantauan serta silaturahmi ke lokasi yang selama ini menjadi objek sengketa. Lahan tersebut diketahui telah disita oleh negara, sesuai ketetapan resmi pemerintah, sehingga keberadaan eks PT. SIS sebenarnya sudah tidak memiliki dasar legal untuk tetap beroperasi maupun menempati area tersebut.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal berbeda. Eks PT. SIS diduga masih bersikeras bertahan di lahan yang berstatus milik negara tersebut. Tidak hanya membangkang, mereka bahkan diduga melakukan perlawanan terbuka. Ketika rombongan masyarakat adat Sakai Melayu mendatangi kawasan EKA (Eks Kantor) PT. SIS, beberapa orang dari pihak eks perusahaan itu justru melakukan tindakan agresif.
Berdasarkan keterangan saksi di lapangan, pihak eks PT. SIS melakukan tindakan tidak terpuji dengan melempari masyarakat adat menggunakan batu dan kayu, sehingga memicu kepanikan dan ketegangan. Beberapa masyarakat adat yang hadir dalam rombongan tersebut terpaksa menghindar untuk menyelamatkan diri dari lontaran benda-benda keras tersebut.
Atas tindakan ini, Hulubalang Tameng Adat Batin Solapan (Batsol), Depi Rusdianto, menyampaikan kecaman keras. Menurutnya, tindakan melempari masyarakat adat dengan batu dan kayu adalah bentuk penghinaan terhadap marwah adat serta pelanggaran serius terhadap ketertiban umum. Ia menegaskan bahwa masyarakat adat datang secara damai tanpa membawa niat provokasi, sehingga perlawanan tersebut tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun.
Senada dengan itu, Ketua DPC RMRB Kabupaten Bengkalis Rozi Ervan juga mengecam keras insiden tersebut. Ia menilai tindakan agresif dari eks PT. SIS merupakan sikap arogan dan bentuk pembangkangan terhadap keputusan negara. Menurutnya, tidak ada alasan bagi pihak eks perusahaan untuk tetap bertahan di lahan yang telah disita, apalagi melakukan kekerasan kepada masyarakat adat yang merupakan pemilik hak ulayat dan bagian dari masyarakat hukum adat yang diakui negara.
Kedua tokoh adat tersebut menyerukan agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas. Mereka meminta agar seluruh pihak eks PT. SIS yang terlibat dalam aksi pelemparan dan perlawanan segera diproses sesuai hukum. Mereka juga menegaskan bahwa masyarakat adat Sakai Melayu akan tetap menjaga marwah dan keberadaan tanah adat, namun tetap mengedepankan cara-cara damai sesuai nilai budaya Melayu.
Insiden ini menjadi bukti bahwa konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan masih menyisakan persoalan panjang. Harapan besar disampaikan agar pemerintah, aparat penegak hukum, serta lembaga terkait segera turun tangan menyelesaikan masalah ini secara adil.