Rokan Hilir, Kamis 13 November 2025 — Sidang lanjutan gugatan lingkungan hidup yang diajukan Yayasan Sulusulu Pelita Negeri terhadap Abdul Rahman Silalahi dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia kembali digelar hari ini di Pengadilan Negeri Rokan Hilir.
Perkara ini teregister dengan Nomor: 52/Pdt.Sus-LH/2025/PN.Rhl, merupakan gugatan legal standing di bidang kehutanan yang diajukan Yayasan Sulusulu Pelita Negeri terkait alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun kelapa sawit seluas sekitar 338 hektar di wilayah Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, Darbi S.Ag, menjelaskan bahwa sidang hari ini dijadwalkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara setelah beberapa kali tergugat dan turut tergugat tidak hadir, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut oleh Pengadilan Negeri Rokan Hilir.
“Hari ini Kamis, sidang kembali digelar. Kami sangat heran karena tergugat dan turut tergugat sudah beberapa kali dipanggil secara resmi oleh pengadilan, tetapi tetap tidak hadir. Kok bisa mereka mengabaikan panggilan resmi dari PN Rokan Hilir? Kita akan lihat nanti, apakah kali ini mereka hadir atau tidak,” ujar Darbi S.Ag, Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, di halaman pengadilan, Kamis pagi.
Dalam gugatannya, Yayasan Sulusulu Pelita Negeri menyebut bahwa perkebunan kelapa sawit milik tergugat berada di dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT), dan kegiatan tersebut dilakukan tanpa izin pelepasan kawasan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gugatan ini diajukan berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang memberikan hak bagi organisasi lingkungan berbadan hukum untuk mengajukan gugatan demi pelestarian fungsi hutan.
Ketua Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negeri, Ahmad Sakti Hasibuan, M.Pd, menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini sampai ada kejelasan dan keadilan bagi lingkungan.
“Kami bukan hanya menggugat untuk kepentingan yayasan, tetapi untuk masa depan lingkungan dan generasi yang akan datang. Negara harus hadir menegakkan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di kawasan hutan,” tegas Ahmad Sakti Hasibuan.
Lebih lanjut, Ahmad Sakti juga berharap Kementerian Kehutanan dan aparat penegak hukum dapat memperhatikan kasus ini secara serius karena kerusakan lingkungan di kawasan hutan produksi terbatas berdampak luas bagi masyarakat sekitar.
Sidang berikutnya dijadwalkan hari ini, Kamis (13/11) dengan agenda pemanggilan ulang tergugat dan turut tergugat, serta pemeriksaan kelengkapan bukti dari pihak penggugat.
Yayasan Sulusulu Pelita Negeri berharap majelis hakim dapat menegaskan tanggung jawab hukum terhadap pelaku perusakan hutan dan memerintahkan pemulihan fungsi kawasan hutan di lokasi objek sengketa sesuai ketentuan perundang-undangan.***