Okegas.co.id -Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),2019 pada tahun 2050 akan terjadi peningkatan penduduk lanjut usia (rentang usia 65 tahun ke atas) sekitar 80 juta (25%) akibat dampak dari bonus demografi yang akan menimbulkan permasalahan kesejahteraan lansia itu sendiri. Di Indonesia sendiri terdapat 12 juta lansia yang hidup di bawah kemiskinan yang dikutip dari TPN2K pada tahun 2019 dalam konferensi internasional tentang perlindungan sosial bagi lansia di Jakarta. Padahal di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 H dan Pasal 34 sudah dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Serta mendapatkan jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Hal tersebut karena fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara melalui pengembangan sistem jaminan sosial bagi masyarakat, memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 28 H Dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945). Hal tersebut dipertegas dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang menjelaskan bahwa diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat (lansia) yang makmur dan adil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Banyak lansia yang karena faktor usianya menghadapi keterbatasan sehingga memerlukan bantuan peningkatan kesejahteraan sosialnya sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia, 1999). Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan juga menjelaskan bahwa diperlukan koordinasi lintas sektor antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyusun strategi nasional lanjut dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat lanjut usia yang sejahtera, mandiri dan bermartabat melalui kebijakan-kebjakan dan program-program yang mendukung tercapainya hal tersebut (Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 Tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, 2021).
Kebijakan-Kebijakan yang diamanatkan tersebut di implementasikan melalui program-program peningkatan kesejahteraan lansia seperti Program Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) yang diluncurkan pada tahun 2006 silam, yang kemudian bertransformasi menjadi beberapa program unggulan seperti Program Kredit Pengembangan Usaha, Program Bansos Srastra, Program Kartu PKH (Program Keluarga Harapan), Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Program Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Urgensi dari program-program tersebut yaitu untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat lanjut usia yang masih produktif agar dapat berkontribusi dalam pembangunan melalui peran aktif, pengalaman, keahlian, dan kearifan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun program-program tersebut perlu dievaluasi kembali karena beberapa indikator seperti merujuk pada temuan dari penelitian yang dilakukan oleh The Prakarsa Welfare Initiative fot Better Societies pada tahun 2020 yang menemukan bahwa adanya ketidaksesuaian data yang dimiliki oleh pemerintah pusat dengan kinerja pelayanan pada program perlindungan sosial bagi masyarakat lanjut usia. Respon pemerintah yang lambat menyebabkan data-data yang tidak sesuai tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk diperbarui yang dapat menyebabkan lansia-lansia yang menjadi target penerima bantuan akan mengalami exclusion error (gagal mendapatkan bantuan dalam waktu tertentu). Selain itu, terdapat 15% lansia yang mengkonsumsi air minum dari sumber yang tidak layak dan tidak sehat seperti dari air hujan dan air sungai. Hal tersebut menunjukkan buruknya ketersediaan sanitasi dan air bersih bagi masyarakat lanjut usia serta rendahnya dukungan pemerintah daerah terhadap penyediaan fasilitas pelayanan publik yang layak bagi lansia. Sehingga, pemerintah harus mampu untuk menyediakan fasilitas pelayanan yang lebih akomotif melalui pengalokasian APBN khusus untuk program jaminan sosial bagi lansia. Hal tersebut akan menunjukkan bahwa program peningkatan kesejahteraan lansia merupakan salah satu program yang menjadi prioritas pemerintah daerah. Evaluasi program-program tersebut juga perlu dilakukan karena program-program tersebut masih sangat terbatas baik dari sisi cakupan maupun kualitasnya serta belum sepenuhnya benar-benar dibentuk untuk lansia. Hal tersebut karena hanya terdapat 13% lansia yang mendapatkan bantuan dari program-program jaminan sosial berdasarkan data yang diperoleh dari BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017. Faktor-faktor lain yang menjadi penghambat tercapainaya tupoksi dari program-program peningkatan kesejahteraan lansia sehingga perlu dievaluasi kembali yaitu adanya jarak tempuh yang jauh sehingga menyebabkan lansia kesulitan untuk menuju tempat pembagian/pemberian bantuan dari program-program tersebut karena kerentanan fisik yang dimiliki. Faktor lainnya yaitu adanya keterbatasan akses bagi lansia yang gagap teknologi untuk mendapatkan informasi seputar program-program tersebut dan untuk melakukan pembukaan buku rekening di Bank (Baskara, 2023).
Jadi, dari evaluasi terhadap program-program jaminan sosial pemerintah untuk lansia tersebut, dapat disimpulkan bahwa agar program-program tersebut lebih efektif dan tepat sasaran maka diperlukan transformasi atau pembaruan kebijakan dan strategi implementasi seperti adanya perbaikan sistem pendataan online yang lebih terintegrasi, terpadu serta verifikasi status sosial dan ekonomi lansia yang lebih akurat. Penyederhanaan proses penyaluran bantuan juga diperlukan melalui layanan antar bantuan ke rumah bagi penerima yang kesulitan untuk menuju tempat penyaluran bantuan dan tidak bisa mengakses buku rekening Bank atau e-wallet karena gagap teknologi. Upaya trasformasi tersebut akan mencapai target yang telah direncanakan jika mempunyai strategi implementasi yang tepat. Strategi implementasi tesebut seperti kerjasama dari tokoh masyarakat seperti RT/RW untuk membantu petugas pemerintah melakukan sosialisasi program jaminan sosial untuk lansia tersebut dan pelatihan petugas penyalur bantuan di lapangan. Tentunya transformasi kebijakan dan strategi implementasi ini memerlukan pengawasan yang rutin berbasis teknologi oleh pemerintah melalui pelaporan berkala, survei kepuasan penerima bantuan, koordinasi antar lembaga serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan agar program-program tersebut lebih efektif dan efesien lagi kedepannya.
REFERENSI BACAAN :
Baskara, V. A. (2023). Analisis Kinerja Pelayanan Publik Dalam Studi Kasus Pelayanan Program Perlindungan Sosial pada Lansia (Studi Kasus pada Dinas Sosial Kota Tangerang). 2023, 4(1), 13–18. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/kais/article/view/15079
Pasal 28 H dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pub. L. No. Pasal 28 H dan Pasal 34, 1 1 (1945).
chrome-extension://kdpelmjpfafjppnhbloffcjpeomlnpah/https://jdihn.go.id/files/2098/UUD1945.pdf
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, Pub. L. No. Nomor 86 Tahun 2021, Peraturan Presiden RI No 88 1 (2021). peraturanbpk.go.id
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, Pub. L. No. Nomor 13 Tahun 1998, Mensesneg 1 (1999). https://peraturan.bpk.go.id/Details/45509/uu-no-13-tahun-1998.***
Penulis : Dini Permata Indah