Pekanbaru, Okegas.co.id – Direktur Jaringan Masyarakat Peduli Indonesia (JMPI), Jamadi, SH, MH, menyoroti kerugian besar yang dialami oleh PT. Bumi Siak Pusako (BSP) yang mencapai Rp238 miliar. Ia menduga kerugian tersebut tidak lepas dari kelalaian atau bahkan unsur kesengajaan dalam penanganan persoalan teknis yang terjadi di tubuh perusahaan daerah tersebut.
Kerugian ini terungkap dalam laporan keuangan tahun buku 2024, yang disampaikan saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. BSP pada Senin, 30 Juni 2025 di salah satu hotel berbintang di Pekanbaru.
Menurut informasi, kerugian tersebut disebabkan oleh masalah tekanan tinggi (high pressure) pada shipping line (pipa salur) crude oil (minyak mentah), akibat pembekuan (congeal) di dalam pipa. Akibat tekanan yang tidak tertangani, terjadi kebocoran atau ledakan di titik-titik tertentu sejak 2 Maret 2024.
PT. BSP kemudian menetapkan situasi tersebut sebagai Status Keadaan Darurat, yang dituangkan dalam Surat General Manager PT BSP Nomor 149/GM-BSP/III/2024 tanggal 08 Maret 2024.
Dampaknya pun beruntun. Beberapa top tank (tangki penampung) minyak mentah penuh, sejumlah sumur minyak terpaksa dihentikan operasinya, target lifting 8.000 barel per hari tidak tercapai, hingga pengangkutan minyak dilakukan menggunakan truk. Cara ini dinilai menjadi penyebab utama tingginya biaya operasional, yang akhirnya memperbesar kerugian.
Menanggapi hal tersebut, Jamadi menyampaikan keprihatinan dan menilai bahwa penetapan status darurat oleh PT. BSP justru mengindikasikan kelemahan dalam manajemen teknis perusahaan.
“Penetapan status darurat dan alasan usia pipa yang tua hanyalah upaya menutupi kurangnya respons atau kelalaian PT. BSP dalam merawat dan menangani masalah pipa salur,” tegas Jamadi, Jumat (4/7).
Ia menyebut bahwa sejak awal, PT. BSP sudah mengetahui kondisi pipa yang telah uzur—dibangun sejak tahun 1975—namun tidak menunjukkan upaya preventif yang memadai.
“Kalau mereka sadar pipa itu tua, maka mestinya ada standar operasional khusus yang diterapkan. Kalau perlu, ganti pipa sekalian. Biaya ganti pipa itu pasti jauh lebih kecil dari kerugian Rp238 miliar,” ungkapnya.
Jamadi menambahkan bahwa dugaan kelalaian semakin kuat setelah terungkap adanya surat peringatan dari SKK Migas tertanggal 8 Maret 2024, yang menyatakan bahwa PT. BSP kurang responsif dalam menangani high pressure.
“Masalah ini kan sudah berlangsung lama dan tak kunjung selesai. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa bisa jadi ada niat jahat atau upaya mengambil keuntungan dari situasi darurat ini,” imbuhnya.
Untuk itu, Jamadi meminta agar SKK Migas melakukan audit operasional menyeluruh terhadap penanganan high pressure oleh PT. BSP, guna menemukan letak kesalahan atau kelalaian teknis yang menyebabkan kerugian terus berlanjut.
Selain itu, ia juga mendesak agar pemegang saham PT. BSP melakukan audit investigatif melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kerugian tersebut.
“Kami juga mendesak aparat penegak hukum, baik itu Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK, untuk menyelidiki apakah ada unsur pidana dalam kerugian ini. Kalau ada pihak yang bertanggung jawab, harus diproses secara hukum,” tutup Jamadi.***