Pekanbaru, Okegas.co.id – Dewan Pimpinan Pusat LSM Komunitas Pemberantas Korupsi (DPP LSM-KPK) Provinsi Riau menyatakan sikap tegas terhadap dugaan tindak pidana perusakan hutan mangrove dan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Deluk, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis.
Ketua Bidang Investigasi DPP LSM-KPK, Tehe Z. Laia, menegaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan oknum Kepala Dusun berinisial "A", beserta pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pembabatan dan alih fungsi hutan lindung tersebut ke Mabes Polri, Kejaksaan Agung RI, dan Presiden Republik Indonesia, karena diduga melanggar berbagai ketentuan hukum nasional.
“Kami tidak akan tinggal diam. Dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh oknum aparat desa ini mencederai hukum, merusak ekosistem, dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat pesisir. Apalagi jika benar ada pembiaran atau beking dari oknum kementerian, ini sangat berbahaya,” tegas Tehe di Pekanbaru.
Fakta Lapangan dan Modus Operandi
Berdasarkan hasil investigasi DPP LSM-KPK, oknum Kadus berinisial "A" diduga kuat melakukan penebangan pohon mangrove secara masif di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan tujuan untuk mengalihfungsikan lahan menjadi tambak udang. Wilayah ini merupakan kawasan hijau yang selama ini ditanami pohon mangrove oleh masyarakat sebagai pelindung alami dari abrasi dan banjir.
Ketika dikonfirmasi, Pj. Kepala Desa Deluk menyatakan bahwa mereka membawa surat izin dari Kementerian. Namun setelah ditelusuri oleh DPP LSM-KPK ke pihak UPT KPHP Bengkalis Pulau, mereka justru tidak mengetahui adanya pemberian izin tersebut.
“Ini sangat janggal. Jika benar ada izin dari kementerian, kenapa pihak UPT Kehutanan tidak mengetahui? Maka patut diduga ada permainan gelap dan penyalahgunaan wewenang,” ujar Tehe.
Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan
Tindakan tersebut diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain:
1. UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 17 dan Pasal 19:
Ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan pembukaan lahan, penebangan, dan penguasaan kawasan hutan secara ilegal dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
2. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau mengubah fungsi kawasan hutan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata.
3. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 69 Ayat (1) huruf a melarang setiap orang melakukan perusakan lingkungan hidup.
Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar.
4. Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan 111 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT):
Pulau Bengkalis terdaftar sebagai PPKT Nomor 102, yang masuk kawasan strategis nasional dan wajib dilindungi dari alih fungsi kawasan yang merusak ekosistem pesisir.
Tuntutan dan Sikap Tegas LSM-KPK
Tehe Z. Laia menyatakan, pihaknya akan segera menyampaikan laporan resmi kepada:
Kapolri
Jaksa Agung RI
Presiden RI Prabowo Subianto
Komnas HAM
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
“Kami ingin penyelidikan dilakukan secara independen dan menyeluruh. Jika dibiarkan, praktik-praktik seperti ini akan terus merusak hutan mangrove yang menjadi tameng alami masyarakat pesisir dari bencana,” pungkasnya.
Ia juga mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara setara, tanpa pandang bulu terhadap oknum pemerintahan desa maupun pejabat di kementerian yang diduga turut terlibat.
“Bila perlu, kami akan tempuh jalur hukum internasional jika kerusakan lingkungan ini menyentuh ranah hak asasi manusia, ekosistem, dan keberlanjutan hidup masyarakat pesisir,” tutup Tehe.***